Jumat, 22 Juli 2011

misteri lumpur lapindo

Lumpur Lapindo diperkirakan ilmuwan Inggris masih akan menyembur hingga 26 tahun lagi
Lumpur Lapindo diperkirakan ilmuwan Inggris masih akan menyembur hingga 26 tahun lagi

Semburan lumpur yang lebih dikenal dengan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang membuat lebih dari 13 ribu keluarga kehilangan rumah diperkirakan terus menyembur hingga seperempat abad mendatang. Semburan tersebut akan terus memuntahkan gas yang mudah terbakar, seiring dengan semakin dalamnya danau lumpur yang terbentuk.
A mud volcano that has displaced more than 13,000 Indonesian families will erupt for at least a quarter of a century, emitting belches of flammable gas through a deepening lake of sludge, scientists reported on Thursday.
Underground pressure means the volcano “Lusi,” in Sidoarjo, East Java, is likely to gush grey mud until 2037, when volumes will become negligible, according to their computer model.
Demikian dilaporkan dalam penelitian para ilmuwan dari Durham University Inggris tersebut, seperti dilansir AFP, Jumat (25/2/2011). Tekanan bawah tanah yang ada di bawah semburan, membuat lumpur akan terus disemburkan hingga tahun 2037 mendatang. Sementara itu, gas akan terus merembes melalui lumpur tersebut selama puluhan tahun bahkan hingga seabad mendatang.

“Perkiraan kami, akan memakan waktu selama 26 tahun bagi erupsi tersebut untuk turun ke level yang wajar, dan turun kondisinya menjadi gunung berapi (volcano) yang proses mendidihnya lambat,” terang Ketua Tim Peneliti, Richard Davies. Semburan lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 dan belasan orang tewas.

Pada puncaknya nanti, diperkirakan setiap harinya akan menyemburkan lumpur yang volumenya mencapai 40 kali volume air pada kolam renang olimpiade. Namun saat ini baru mencapai level 4 kali lipat. Semburan lumpur ini telah membanjiri 12 desa dengan kedalaman 15 meter. Sebanyak 42 ribu warga setempat pun terpaksa mengungsi dari rumah mereka.

Penelitian yang dipimpin oleh profesor ilmu bumi pada Universitas Durham ini, dilakukan dengan menggunakan simulasi komputer. Simulasi ini didasarkan pada data-data dari 2 sumur gas yang ada di wilayah yang sama, dan juga didasarkan pada data refleksi seismik yang menggambarkan struktur geologi pusat semburan.

“Di tengah-tengah danau ini terdapat sebuah lubang ventilasi selebar 50 meter. Selain itu, ada juga 166 lubang ventilasi lainnya yang muncul selama kurang lebih 4 tahun terakhir. Lubang ventilasi ini telah muncul di pabrik, jalan, bahkan rumah warga. Beberapa dari lubang tersebut telah menyala menjadi api, menyusul adanya korban luka akibat api yang muncul,” jelas Davies.

Tenaga yang tersimpan dalam pusat semburan ini memang akan menjadi ancaman jangka panjang. Namun secara bertahap efek merusaknya akan berkurang. “Anda tidak bisa kembali ke wilayah tersebut. Bahkan mungkin saja dampak volcano ini akan naik. Saya telah melihat kerusakan paling dramatis di wilayah ini. Namun ini bukanlah akhir, lubang ventilasi masih akan terus terbentuk,” ingatnya. Studi ini dimuat dalam Journal of the Geological Society di London.

Pakar fisika zat mampat dari ITS Surabaya Prof Dr Darminto MSc menemukan kandungan semen hingga 59% dalam lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

"Kita memiliki zat mampat yang belum dimanfaatkan secara optimal atau hanya dimanfaatkan sebagai bahan mentah. Padahal, bila dioptimalkan akan bernilai jual tinggi, seperti pasir besi, batu kapur atau silika, bahkan lumpur di Sidoarjo," katanya di Surabaya, Senin.

Menjelang pengukuhan dirinya sebagai guru besar ke-101 ITS pada Rabu (13/7) mendatang, guru besar dari Jurusan Fisika F-MIPA ITS itu mengatakan, pihaknya telah menggandeng Balai Teknologi Permukiman PU Jatim untuk meneliti lumpur di Sidoarjo itu.

"Hasilnya, lumpur Lapindo, terutama yang sudah kering, ternyata mengandung unsur semen 59% dan saat dicoba pada industri paving block justru memiliki kekuatan dua kali lipat semen," katanya.

Namun, kata alumnus ITB Bandung itu, hasil penelitian itu belum ditindaklanjuti dalam skala industri.

"Yang jelas, kandungan semen pada lumpur Lapindo cukup tinggi yakni 59% lumpur dicampur bahan baku bangunan akan setara dengan 61% semen dicampur bahan baku bangunan," katanya.

Perbandingan yang setara itu akan membutuhkan biaya yang jauh lebih murah bila menggunakan semen. "Jadi, paving block yang biasanya menggunakan semen, pasir dan kerikil, nantinya semen dapat diganti lumpur," katanya.

Saat ini, pihaknya juga sedang melakukan penelitian skala laboratorium untuk pasir di Sidoarjo yang diduga memiliki kandungan semen yang cukup tinggi juga.

Menurut ayah dari dua anak yang juga guru besar ketujuh di FMIPA ITS itu, zat mampat (cairan yang padat) lainnya berupa pasir besi, batu kapur, atau silika juga dapat dioptimalkan seperti halnya lumpur Lapindo itu.

"Misalnya, pasir hitam yang mengandung besi itu bila dijual untuk bahan bangunan seperti apa adanya akan bernilai jual sangat murah, tapi bila diolah dengan teknologi sederhana akan bernilai jual tinggi," katanya.

Pasir besi, katanya, dapat dipisahkan menjadi magnit dan bukan magnit dengan alat sederhana, kemudian magnit yang dihasilkan dijual ke indutsri alat sensor, load speaker, dan sebagainya.

"Kalau berupa pasir, maka satu truk akan berharga Rp40 ribu, tapi kalau magnit yang ada dalam jumlah satu sak bisa berharga Rp35 ribu," katanya.

Untuk memisahkan magnit dari pasir besi, lanjut dia, pihaknya sudah merancang alat sederhana yang dapat dilakukan masyarakat awam, termasuk penambang pasir di sungai